Kebanyakan orang yang menghadapi akibat pelecehan seksual atau latihan toilet yang kejam menyembunyikan deritanya sebagai rahasia yang amat sunyi dan memalukan. Kalau, sebagai orang dewasa kamu tidak perlu popok, atau buang air tanpa tersiksa, kamu tidak akan mengerti betapa melegakannya untuk bisa tahu kamu tidak sendiri di cobaan ini. Kamu bahkan penasaran kenapa topik yang tidak enak didengar ini dibahas di website Kristen. Jawabannya sederhana: Tuhan sangat peduli dengan orang yang menderita trauma ini dan Dia punya jawabannya. Kalau kamu pernah mencoba mengerti rasanya jadi penyandang kusta, rasakan perhatian penuh kasih yang Yesus curahkan pada mereka. Dan Dia sembuhkan.
Tergerak oleh artikel lain di website ini, seorang wanita yang mengalami trauma di waktu bayi menulis padaku dengan rasa malu yang amat sangat, mengatakan dia punya “kelainan popok”. Kelainan itu sesuatu yang seksual. Kalo orang mendapat kepuasan seksual pakai popok, seperti pria yang terangsang pakai baju wanita, itu kelainan. Tapi kalau ada orang yang pakai popok karena sungguhan perlu, itu bukan kelainan dan tentunya tidak mesum.
Di sini, seorang pria dan wanita masing-masing menceritakan kisahnya. Mereka tidak pernah bertemu muka tapi karena sama-sama menderita akibat trauma-toilet yang menyakitkan, aku mendapat ijin mereka untuk saling mengenalkan yang membuat mereka merasa aman. Mereka sekarang telah saling menguatkan dan mau memberi semangat kepada orang lain. Lebih lagi, mereka sedang menemukan jawaban yang akan membantu korban lainnya.
Sementara kesulitan Karen telah ada seumur hidupnya, masalah toilet Alan muncul lagi setelah terhenti bertahun-tahun. Dengan penuh keberanian membawa kepada Tuhan rasa sakit dan persoalan mereka, dua-duanya mulai sembuh dari masa lalu, dan ketika penyembuhannya komplit, masalah toilet mereka akan selesai. Tentunya, aku menceritakan kisah mereka dengan restu, tetapi karena sekarang ini masih masalah yang sensitif buat mereka, aku tidak pakai nama asli.
Kesulitan Karen berkisar dengan kemihnya. Untuk Alan, buang air kecil dan besar begitu bermasalah dia biasanya pakai popok. Temanku ini dua-duanya menderita pelecehan seksual sejak masih sangat kecil dan latihan toilet yang kejam. Untuk kasus Alan, latihannya sangat keji.
Kisah Karen
Kalau tidak hampir mati aku tidak mau ketemu dokter. Suatu hari saking gawatnya aku kumpulkan keberanian cerita ke dokter masalah toiletku. Aku dicek kalau ada infeksi dan tidak ada apa-apa. Dia bilang “Semua OK”.
“Kalau begitu kenapa aku masih banyak bermasalah?” Kutanya
Dokternya menoleh ke aku dan bilang, “Itu cuma di kepalamu. Kamu gila, pulang saja dan lupakan.”
Sejak itu, aku menutup diri, tidak cerita seorangpun sampai, aku mengalami derita yang sangat menyakitkan aku kadang pingsan. Aku sekap rahasia mengerikan ini diam-diam dengan dinginnya selama bertahun-tahun dan menghukum diriku dengan menyilet diri sendiri karena aku ini “gila”. Aku hidup dengan malu sampai sekarang masih menangis kalau teringat saat-saat kesunyian yang mencekam dalam kesendirian itu.
Coba aku bagi kisahnya bagaimana sampai begini. Aku berdoa detilnya tidak membuatmu takut, tapi mungkin kamu bisa sadar kamu tidaklah sendiri.
Aku masih merasakan horor dingin memikirkannya. Aku dengar suaranya. Aku lihat kemarahan penuh benci di matanya.
Aku berumur empat. Dia letakkan aku di kamarnya yang serba putih . Semua di rumah harus putih. Seperti biasanya, dia memasukkan benda-benda kedalam selangkanganku. Kalau aku bergerak aku bisa terluka, atau dihukum.
Aku tidak tahan lagi mau kencing. Aku bilang dia aku harus ke toilet. Dia tertawa dan panggil aku bangsat kecil. Dia bilang aku tidak bisa pergi. Horor memenuhi aku.
Akhirnya, aku tidak tahan lagi. Aku kencing di ranjangnya. Dia terpaku. Lalu dia begitu geram aku kira dia akan bunuh aku. Dia panggil aku dengan kata-kata yang aku tidak mengerti, tapi aku tahu aku dalam masalah besar yang menyeramkan. Dia menghukumku keras. Dan selama lebih dari tiga puluh tahun kedepan, aku hukum diriku sendiri, lagi dan lagi.
Aku masih bisa dengar orangtuaku teriak, “Pergi ke kamar mandi seperti anak normal.”Aku masih bisa rasakan tapokannya setiap aku gagal. Aku masih bisa rasakan lenganku digenggam dan dipaksa duduk di kursi potku. Aku benci seluruh prosesnya. Aku orang gagal dalam hal itu. Saat akhirnya aku bisa kencing, mereka akan gemborkan itu, seperti tepuk tangan lalu kosongkan potnya. Itu mungkin terlihat positif, tapi buatku itu memalukan. Aku merasa sebagai manusia yang kurang. Aku tidak normal.
Waktu kecil aku sering mimpi buruk yang buatku mengompol. Aku berusaha sebaik mungkin menutupi rahasia memalukanku dengan cepat-cepat mengganti seprei basah, atau pakai handuk gantinya seprei. Setelah membuang bukti mengerikan itu ke keranjang cucian, aku bakal menyelinap ke kamar orangtuaku karena takut mimpi buruk. Aku membayangkan mereka menyayangi dan memeluk aku, dan diam-diam tidur di lantai dingin di kolong ranjang mereka, bangun sebelum mereka bangun dan pergi sebelum mereka menemukanku.
Sejak umur tujuh sampai sekitar sembilan, aku menderita kram perut parah begitu aku sampai sekolah. Aku harus duduk di toilet sebelum kelas dan berharap aku bisa redakan sakitku. Aku kira kelainan toiletku disebabkan pelecehan seksualku. Jadi aku ketakutan, takut orang tahu masalahku karena aku kira ini akan membongkar masa lalu pelecehanku. Aku juga takut ini menandakan aku punya masalah medis serius.
Suatu hari, aku terbuka oleh suatu kebenaran, “Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? . . . Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus?” (Roma 8:31-35). Aku mulai menegaskan ayat ini, percaya bahwa ini berarti tidak peduli betapa menakutkan, aneh, memalukan, dan menyakitkan masalah toiletku, dan tidak peduli bagaimanapun orang merendahkan aku, Tuhan percaya padaku. Dia sayang aku, dan bahkan di toilet pun dia tidak akan memisahkan diriNya dariku. Aku menyelundupkan Alkitab ke toilet sekolahku dan membaca ayatnya lagi dan lagi.
Namun, aku kuatir, apabila aku berdosa untuk minta pertolongan Tuhan untuk kencing. Itu berbentur dengan ajaran yang aku dengar tentang kemuliaan Allah. Aku sampai harus melawan rasa takut bahwa Tuhan pasti menganggap aku manusia rendah karena kesulitanku dan mungkin aku begitu tidak berartinya Dia tidak perduli kalau aku ini rendahan.
Setelah enam minggu memaksa diri untuk menerima kenyataan bahwa Tuhan di sisiku, Dia datang padaku waktu aku di toilet sekolah. Aku masih ingat tempat duduk sebelah mana itu terjadi. Saya takjub, Tuhan yang mulia berlutut di depanku waktu aku duduk. Dia pegang tanganku. Rasa damai yang hangat membanjiri diriku. Dia meyakinkanku Dia sayang aku. Dia bilang masalahku bukan medis, tapi karena apa yang terjadi di masa lalu. Waktu “masa lalu” disebut, langsung aku teringat pelecehan seksualku. Sakit oleh rasa bersalah dan malu membanjiriku. Yesus langsung menenangkanku dan bilang Dia lebih besar dari masa laluku dan juga Dia ada sama aku. Dia yakinkan aku dengan kata-kata yang paling lembut bahwa Dia tidak akan cerita siapa-siapa aku punya masalah. Aku minta Dia jadi temanku. Aku berasa begitu terkurung dengan rahasia ini. Dia bilang tidak ada yang aku tidak bisa ceritakan ke Dia. Aku tanya apa itu termasuk kejadian waktu tubuhku dilecehkan. Dia yakinkan aku Dia tidak akan pernah cerita ke siapa-siapa.
Itulah akhir dari perjuanganku dengan kram perut.
Meski pengalaman ini begitu berharganya, aku perlakukan itu sebagai rahasia karena aku yakin tidak ada satupun yang akan percaya Tuhan berani menampakkan diriNya di toilet.
Aku tinggal punya masalah kemih (urophobia) yang jarang-jarang, sekitar sekali dua minggu. Selama bertahun-tahun, gejala ini pelan-pelan menjadi semakin sering sampai umur lima belas sakit ini timbul seolah membawa dendam dimana aku silap mengira Tuhan sudah tinggalkan aku. Aku merasa begitu rendah diri aku mulai menyakiti diri sendiri. Mungkin rasa sakit dan malu atas masalah kemihku adalah sebuah usaha bawah sadar untuk menghukum diri sendiri dan mengekspresikan stressku akibat mengira Tuhan sudah tinggalkan aku.
Setahun sejak aku sungguh yakin Tuhan di sisiku. Sayangnya, keyakinan ini belum sepenuhnya mengatasi masalah toiletku. Aku masih punya banyak masalah ketika kencing. Rasa sakit menyimpan semua ini begitu menyiksa. Aku pernah pakai popok, tapi karena takut diketahui jadi berhenti. Aku pernah coba semua cara-cara rahasia untuk mengatasi masalah ini yang aku terlalu malu untuk ceritakan.
Aku berasa begitu malunya karena masalah ini aku tidak berani beritahu siapapun, namun aku begitu takut rasa sakit dan kesulitan kemih ini mungkin gejala serius, mungkin masalah medis yang mengancam nyawa. Takut yang berlanjutan jikalau Tuhan mungkin pakai ini untuk hukum aku.
Buatku mengakui masalah ini ke Grantley (orang pertama yang aku pernah ceritakan) begitu menyusahkan sampai bercerita saja bikin aku muntah-muntah dan gemetar tidak karuan dan tidak mampu bicara untuk sementara. Ini salah satu hal yang paling sulit yang aku pernah lakukan di hidupku. Namun aku begitu bersyukur aku memaksa diri untuk mengakuinya, karena inilah kunci utama pembebasanku dari rasa malu palsu yang menghancurkan.
Doa merupakan bantuan besar dalam menghadapi masalah ini. Dengan itu aku bisa mengatasi rasa malu oleh membawa masalah ini di depan Tuhan. Cuma Dia mengerti rasa horor dan sakit yang aku rasakan. Dia tidak pernah mengecewakanku. Aku kaget lagi, Dia tidak menganggapku bermoral jelek atau aneh. Dia bilang ke aku lagi dan lagi kalau ke toilet itu bukan dosa; kalau aku tidak berdosa karena masalah ini dan di toilet tidak ada siapa-siapa. Dia yakinkan lagi tidak satupun bisa hukum aku sekarang karena caraku melakukannya atau berapa lama aku perlu di sana.
Jadi waktu aku berusaha buang air, aku bersyukur padaNya Dia bersamaku dan Dia peduli. Aku sering menangis. Kadang itu sakit dan aku tidak buang. Dia pegang aku dan menghiburku. Kadang, waktu sakitnya begitu sadis aku jatuh ke lantai, tidak bisa gerak, Dia angkat aku dan sakitnya hilang. Aku lalu bisa jalan ke toilet.
Waktu aku jalan, aku bilang ke diri sendiri, “Oke Karen, di sini aman. Tidak ada satupun di kamar mandi dan tidak ada satupun tahu.” Aku menyelinap ke kamar mandi dan sering matikan lampu. Aku takut digigit laba-laba di kamar mandi. Pelaku pelecehanku pernah hukum aku pakai laba-laba. Aku tidak bisa cerita tentang itu. Tapi Tuhan tahu, dan Dia janji kalau ada laba-laba, Dia akan usir. Aku berusaha sangat keras untuk mengatasi rasa takutku akan laba-laba. Terkadang aku belajar tentang laba-laba supaya aku tidak begitu takut lagi akan mereka. Mereka adalah ciptaan mengagumkan yang melakukan begitu banyak untuk bumi ini.
Sampai akhir-akhir ini, aku kira aku satu-satunya di dunia dengan masalah ini. Aku bahkan tidak tahu ada namanya (urophobia).
Kadang aku bawa bacaan atau apapun yang menenangkan ke toilet. Barusan, aku menemukan game baru di hpku. Entah kenapa aku suka sekali. Jadi aku setel untuk bisa dimainkan waktu aku pakai toilet. Cuma beberapa game saja. Aku melakukan ini mungkin terdengar bodoh, tapi ingat sakit bukan main yang aku rasakan. Kelihatannya bisa bikin asyik, dan fokus ke gamenya membuatku cukup relaks.
Kecelakaan kadang terjadi. Masih ada saat-saat dimana aku tahan kencing terlalu lama dan aku tidak bisa ke toilet tepat waktu atau, waktu ke sana, aku cuma bisa mengkerut kesakitan sampai berkeringat dan ruangannya berasa goyang.
Kalau seperti aku kamu berasa susah pergi ke sana, aku sarankan kamu jangan pernah paksa pakai toiletnya. Itu tidak berhasil. Yesus sayang aku waktu aku mengalami kecelakaan. Bahkan, pernah dia bersihkan itu. Dia benar-benar tutupi supaya aku tidak berasa lebih malu lagi dari yang sudah aku rasakan.
Aku tidak membagi perjuanganku untuk memainkan rasa kasihanmu. Aku lebih memilih merahasiakannya. Tapi mungkin kisah ini bisa membantu kamu.
Yang diatas itu ditulis barusan beberapa hari lalu. Pertama-tama Karen terlalu malu untuk membiarkanku mempublikasikannya, meski dengan nama samaran. Keesokan harinya, dia berubah pikiran. Tak lama, dia berubah dengan lebih dramatis. Sebuah sebab dalam perubahan ini adalah diberinya penglihatan dunia roh. Suatu pagi Karen bangun dan diserang iblis. Waktu dia lawan iblisnya menggunakan ayat Alkitab, dia bisa benar-benar melihat iblisnya dan menyaksikan kenikmatan sadis yang iblis itu dapatkan dari membuat orang Kristen merasa malu, atau merasa mereka kurang dari pemenang yang selayaknya orang Kristen dalam Allah. Langsung, Karen menulis.
Aku menolak untuk malu atas sakit fisik dan kecelakaan yang berhubungan dengan kemih. Perasaanku disakiti. Itu bukan perbuatanku. Jadi kenapa aku harus menerima malu atas perbuatan orang lain?
Bahkan kalau perasaanku disakiti, itu bukan masalah moral. Jadi kenapa aku membiarkan diri merasa malu? Kalau orang secara fisik disakiti, masa kita panggil dia orang jahat atau pecundang karena tidak bisa kencing secara normal? Masa orang memandang rendah orang berkursi roda karena tidak bisa mengontrol tubuhnya? Bukannya mereka pahlawan jika mereka menolak dikuasai keterbatasannya?
Aku berbicara dengan seorang wanita yang selamat dari bom teroris di London. Dia kehilangan kedua kakinya tapi dia bisa saja mati. Dia berasa dia diberi kesempatan kedua. Kuncinya, dia bilang, memaafkan dan fokus untuk hidup.
Pelecehku bisa saja membunuhku. Aku masih hidup. Hidupku adalah punyaku untuk dihidupi sepenuhnya. Mereka melukaiku dulu, tapi aku tidak harus membiarkan mereka mengontrol bagaimana aku melihat diriku sekarang. Aku bukan milik mereka. Aku milik Kristus, bukan mereka. Mereka sudah lama pergi namun aku masih membiarkan perbuatan lamanya meneror aku. Aku menolak untuk membiarkan masa lalu menyiksaku lagi. Aku malah akan siksa neraka. Aku akan menjadi pendoa yang tak takut neraka. Aku akan kejar iblis-iblis itu, menarget iblis seperti Pemburu Kriminal milik Allah dan membuat mereka lepaskan orang-orang.
Aku tumbuh makin kuat dan aku tidak takut lagi – bahkan terhadap takut kencing. Kenapa aku harus ambruk atau menyerah pada rasa malu? Kenangan tetap ada tetapi kenangan tidak harus melukai lagi dan lagi.
Inilah pernyataanku terhadap iblis:
iblis, lepaskan tangan kotormu dari badanku. Aku tolak takut dan malu dalam nama Yesus. Aku kepunyaan Yesus. Pelecehan, aku perintahkan: lepaskan aku! Aku sudah tidak terikat padamu lagi. Salib adalah kepunyaanku. Pengorbanan Yesus membayar harganya dan aku bukan budak dosa; mau itu dosaku, atau dosa orang lain.
Waktu Yesus penuh kemenangan bangkit dari kematian dia memberikanku kemenanganNya. Tak ada iblis yang disuapi atau mendapat kesenangan sadisnya dari sakitku.Ya iblis, kamu tahu kamu dikalahkan di Golgota. Tapi sekarang aku tahu itu!
Jangan ganggu aku dengan hal-hal fisik. Aku tidak akan terjebak dustamu. Cukup! Aku tolak masalah toilet ini. Aku cela rasa malu ini. Ini bukanlah maluku. Kamu yang melakukannya, iblis; Ini malu punya kamu. Aku menolak untuk membawa malu ini mulai sekarang.
Berhenti ganggu aku tentang kesalahanku, iblis. Setidaknya aku tidak terang-terangan dikalahkan Yesus sepertimu, pecundang! Aku milik Tuhan dan aku bebas untuk hidup. Aku punya hak surgawi, dan hak itu menetapkan aku dibenarkan oleh Tuhan dalam Kristus (2 Korintus 5:21).
Aku tidak peduli kalau aku mengompol seratus kali sehari; aku akan memuji Allah untuk kemenangan penuh. Aku tolak perasaan terhukum dalam nama Yesus.
Aku tidak peduli kalau aku orang aneh paling tidak pantas di Kerajaan Allah, aku masih kepunyaan Tuhan dan Dia yang harus mengurusnya, bukan kamu, iblis. Keluar dari hidupku. Jauhkan tangan kotormu dariku. Aku menolak untuk membiarkanmu menyiksaku lebih lama lagi.
Permainan selesai, iblis. Kamu kalah.
Lewat Kristus aku ambil kemenangan sahku. Aku memilih untuk jalani panggilanku, yakni untuk hidup berlimpah dalam Kristus. Aku berikan diriku dan apapun yang kupunya padaNya. Aku dibela darah Kristus. Aku tinggikan nama Yesus. Bisa ngomong apa kamu, iblis?
Jangan ungkit dosaku; sudah ditutup darahNya. Jangan ungkit kenanganku; sudah disembuhkan bilurNya Jangan ungkit kegagalanku; sudah diatasi kebangkitanNya. Jangan ungkit maluku; sudah pergi karena aku ciptaan baru lewat Kristus
Punya apa kamu untuk bicara tentang aku? Kamu dikalahkan Yesus. Kamu tak punya kunci kehidupan dan kematian; Yesus punya. Kamu sudah kalah, dan sisa hari-harimu tinggal dihitung.
Ini bukan kisah penuh harapan yang enak didengar. Ini kisah nyata.
Aku akan pakai sisa hidupku menendang bokong iblis. Pembaca, mau ikut aku?
Aku tidak tunduk pada rasa malu sekarang. Tidak ada itu dalam Tuhan. Dia tidak menyalahkan. Waktu aku ke toilet, masalah lama akan muncul kembali tapi aku lawan itu dengan menolak untuk menerima malu dan meyakinkan diriku Tuhan disisiku. Ini sebuah perjuangan, tapi aku berjuang, dan masalahnya tidak separah dulu. Aku rasa apa yang aku pelajari dari semua ini pantas dialami, pantas diperjuangkan. Aku belajar musuh tidak menyerah tanpa perlawanan. Orang Kristen harus menggunakan hak mereka yang Kristus beli. Penguasa jahat tidak akan melepaskan dengan mudah, tapi pertarungan ini pantas diperjuangkan. “. . . tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu” (Efesus 6:13). Aku akan selesaikan semuanya, dan aku akan tetap berdiri.
Ada lapisan dan lapisan di masalah kemihku.
Alan, yang akan membagi kisahnya nanti dan aku, telah bergulat payah dan lama dengan isu sulit yakni memaafkan mereka yang telah memperlakukan kami dengan keji sampe mereka meninggalkan kami dengan bekas – kesulitan toilet yang menyiksa dan menghinakan. Pengampunan adalah proses yang lama dan menyayat, tapi kita tahu penolakan untuk memaafkan akan membawa masalah spiritual dan juga menghalangi kita dari bergerak melintasi penyiksaan masa lalu. Ini juga langkah penting menuju penyembuhan penuh, tapi ini memerlukan lebih dari pemaafan.
Tadi, aku bilang sakitnya menajam waktu aku umur lima belas aku merasa Tuhan sudah tinggalkan aku. Sekarang aku yakin Tuhan denganku, aku kira keyakinan ini berarti akhir dari kesulitan di kamar mandi. Untuk sementara ada kemajuan, tapi itu bukanlah jawaban sepenuhnya
Berbagi dengan Grantley dan Alan detil tentang masahku membantu, tapi itu pun, bukan jawaban sepenuhnya.
Waktu aku berumur lima, pelecehku – yang punya ilmu gaib – memasukkan sedotan ke dalam saluran kemihku dan meniup keras, menjelaskan dia memasukkan monster kedalamku yang akan bunuh aku kalau aku cerita siapa-siapa tentang pelecehannya. Sejak itu, aku berasa sesuatu mampat didalamku, menghambat saluran kemih. Beberapa bulan lalu, sebuah iblis menunjukkan dirinya. Itulah “monster” ditransfer ke aku oleh pelecehnya. Iblisnya diusir dan itulah akhir dari perasaan mampatnya. Aku kira itu akhir dari masalah kemihku tetapi itu bukan.
Barusan ini, kengangan yang tertekan muncul tentang pengalaman mengerikan waktu aku berumur tiga. Orang yang nantinya menjadi pelecehku mendesak ayahku untuk ajak aku masuk “rumah seram” di karnaval. Sebenernya tidak ada anak yang umurnya dua kaliku boleh masuk. Ayahku, yang badannya besar, tidak bisa melewati beberapa lorong. Aku tiba-tiba ada di tempat remang-remang, terpisah dari dia dan dikelilingi oleh apa yang aku percaya adalah mayat manusia yang sudah dipotong-potong dan pemandangan mengerikan lainnya. Lalu, masih terpaku oleh itu, dari kegelapan, orang dengan jubah hitam mengagetkanku dengan menggemganku dan lanjut dengan melecehkanku secara seksual. Ketakutan, aku ngompol. Aku sekarang tahu dari kemiripan bahwa inilah dasar semua mimpi buruk yang aku dulu alami semasa kecil yang berakibat aku ngompol di ranjang.
Di hari lain, aku sedang sembunyi di bawah mejaku di tempat kerja. Aku sedang benar-benar kesakitan sampai kalau ada orang masuk ke kantor dan lihat wajahku akan langsung tahu ada sesuatu yang benar-benar tidak beres. Seperti biasa, ketidakmampuanku untuk buang air menjadi masalahnya. Jadi supaya tetap rahasia, aku menyelip ke kolong meja. Aku menangis ke Allah.
“Katakan pada dirimu sendiri,” Dia bilang. Aku tidak mengerti apa maksudnya.
“Ulangi ini,” Dia bilang: “Aku aman. Tuhan disini bersamaku. Tidak ada yang melukaiku sekarang. Buang air itu normal dan bagus. Itu cara Allah untuk membuang racun dari tubuh. Kejadian jelek telah terjadi padaku, tapi itu tidak membuatku buruk. Dan bahkan kalau aku pernah buruk, aku sekarang bersih, dan murni lewat Kristus. Aku tidak punya takut. Aku tolak rasa takut. Aku tidak malu. Aku bisa cerita ke Allah tentang ini dan Dia mengerti. Aku tidak akan terima rasa malu untuk perlu buang air. Ini alami. Inilah cara Allah menciptakanku. Aku tidak buruk.”
Begitu aku ulangi kata-kata itu rasa sakit yang biasanya membuatku tidak bisa bergerak, terangkat. Aku jadi bisa jalan ke toilet dan dengan sukses menggunakannya.
Mulai sekarang aku hendak ikuti saran Tuhan dan berkata ke diri sendiri seperti itu.
Kelihatannya lebih baik menutup cerita di sini. Itu akan merampok pembaca dari kunci penting dalam penyembuhan, tapi untuk bercerita lebih lanjut akan menyebabkan pembaca yang kurang tahu hal-hal tersebut mempertanyakan kewarasanku.
Selama beberapa bulan terakhir aku menemukan trauma masa kecilku menyebabkan kepribadianku terpisah dalam beberapa bagian, tiap bagian bersembunyi dari sisa diriku yang lain menyebabkan memori yang menyedihkan dan menyakiti perasaan. Mengkarantina rasa sakit ini membantuku melewati hidup tapi bagian yang retak secara gawat perlu penyembuhan dan penderitaan mereka terus mempengaruhiku dalam banyak hal. Setelah berbulan-bulan pencarian giat dipimpin Tuhan, aku kira aku sudah menemukan semua bagian(atau “alter”) dan mereka sembuh dengan cepat. Lalu, barusan saja Tuhan beritahu aku ada alter lain.
Lewat mendapatkan kepercayaan alter ini aku tahu tentang pengalaman “rumah seram”. Pantas saja alter yang baik ini ingin melindungi aku dari pengalaman tersebut. Kalau “mayat-mayat” terpotong tersebut memang nyata seperti aku kira– dan pelecehannya sungguhan nyata aku akan ngeri mengingatnya. Dengan bantuan Tuhan, aku bisa menenangkan alter ini dengan menjelaskan bahwa rumah seram itu bohongan.
Ternyata juga, begitu alter ini terbentuk , dia juga menyimpan semua olokan dan ejekan yang aku terima semasa latihan toilet. Untuk dia, kenangan ini masih segar seperti barusan terjadi. Seperti yang disangka, munculnya alter ini pertama-tama memperburuk ketakutan akan toiletku, tapi dia dengan cepat ikut aku menolak iblis dan melawan malu.
Aku sangka inilah akhir dari takut toiletku tapi aku sekarang menemukan masih ada alter lain terbentuk semasa aku dalam stress emosi yang hampir tak tertahankan yang kebetulan terjadi saat aku bekerja sebagai supir truk. Bayangkan menyetir kendaraan berat dengan cepat sementara menyadari aku bisa kesakitan sampai tidak bisa bergerak. Alter ini terbentuk dengan tujuan khusus untuk menghilangkan dari pikiran sadarku ingatan sakit kemih dan malu di waktu itu. Satu kejelekannya adalah sirna-sirna ingatan yang bisa bikin aku terlena waktu nyetir, yang justru membuatku kuatir akan kewarasanku.
Begitu alter-alter ini sepenuhnya muncul dan menerima kasih sayang, kenyamanan dan penyembuhan yang mereka pantas dapatkan, aku rasa bisa sepenuhnya bebas dari kesulitan toiletku.
Tanggapan dari Karen setelah diminta cek artikel ini:
Aku kira aku akan berasa kotor membaca artikel ini. Ternyata tidak. Aku berasa seperti pemenang. Aku merasa terbantu dengan membacanya.
Aku masih ingat horor yang aku rasakan tentang menceritakan ini ke kamu dan bagaimana aku muntah waktu aku pertama kali bercerita ke kamu. Aku kira kamu akan benci aku dan cerita ke semua orang. Aku berasa begitu tidak aman. Namun perhatian yang kamu tunjukkan saja sudah berupa penyembuhan buatku. Terima kasih, terima kasih, terima kasih.
Mungkin kelihatan aneh, karena sebagian besar artikel ini adalah kesaksianku, tapi aku merasa terbantu dengan membacanya lagi dan lagi. Aku bawa ini ke toilet. Aku berdoa agar pembaca pun berasa terbantu dan disembuhkan.
Sisi Pandang Dunia tentang Menggunakan Toilet
Sebelum lanjut ke kisah Alan, aku mau berbagi sesuatu untuk membantu kita melihat dari sudut pandang yang lebih tinggi. Ini diambil dari seorang wanita lain yang seperti Karen, berasa takut dengan toilet.
Aku panik waktu ke belakang. Aku bisa berdiri, aku bisa buang sampah, aku bisa memupuki tanaman, tapi aku benci toilet. Beberapa kali aku terpaksa melakukannya di pakaian kotor di kamarku daripada pakai toilet. Aku sekarang pakai kantong plastik besar di kamarku untuk saat-saat seperti itu
Karena menggunakan toilet itu bermasalah buatku, aku belajar bagaimana budaya lain mengajarkan untuk kencing. Banyak tidak pakai kamar mandi. Banyak orang Arab tidak dan mereka juga tidak pakai tisu. Mereka pakai tangan kiri dan bersihkan dengan pasir. Inilah alasannya kenapa mereka punya aturan makan harus pakai tangan apa.
Kalau kita di daerah gurun di Arab dan ayah kita memukul kita karena tidak pakai toilet, mereka akan mengernyit dan mengira ayah kita gila. Orang Arab itu bahkan akan memukuli ayah kita karena menyuruh pakai toilet. Beraninya kencing di air! Air itu lebih berharga dari berlian di gurun. Orang membunuh dan dibunuh demi air. Kamu tidak akan pernah kencing di air di tempat tinggal mereka!
Di beberapa bagian di Cina, semua orang berbaris dan jongkok di lobang terbuka di pinggir jalan, sambil baca koran atau apapun, sementara pemakai jalan berlalu.
Di Afrika, beberapa orang asli memandikan bayinya dengan air kencing dan pakai air kencing manusia untuk mengairi cocok tanam.
Di banyak toilet di Eropa Timur kamu harus berdiri.
Aku punya teman yang tinggal di kota di Amerika Serikat dan tidak punya toilet di rumahnya. Dia pakai kotoran dia dan istrinya untuk memupuki taman.
Intinya adalah apa yang kita pernah dipaksa untuk hindari dan apa yang kita pernah diajari untuk lalukan bukanlah masalah besar. Tidak peduli bagaimana kamu kencing, selama kamu tidak melukai diri sendiri atau memakainya untuk melukai orang lain.
Toilet kita hasil penemuan Inggris. Sebenarnya itu tidak dipakai di seluruh dunia dan yang penting bagi Tuhan bukan bagaimana caramu buang air, tapi apa kamu berasa oke melakukannya.
Tantangan Toilet Alan
PERINGATAN Kalau detil tentang penyiksaan membuatmu risih, kamu bisa lewati bagian itu dengan klik disini.
Di umur tujuh belas, aku ditinggalkan tak sadar diri setelah di perkosa ramai-ramai di kamar mandi. Ini cuma bab lain di sejarah panjang horor di toilet dan pelecehan seksual bermulai hampir sejak lahir. Banyak kenangan yang aku tutup selama puluhan tahun pelan-pelan bermunculan. Kenangan yang muncul adalah bagian dari proses penyembuhan. Waktu ingatannya kembali begitu juga kemampuanku untuk mengasihi dan bertumbuh, tapi dengan itu datang tantangan berat. Selama lebih dari setahun, sekarang, aku mengalami kesulitan besar pakai toilet.
Kakak perempuanku, sepuluh tahun lebih tua dari aku, bercerita tentang satu dari banyak kejadian sewaktu aku masih bayi. Dia disuruh bersihkan darah dan kotoranku di tembok. Dia lihat aku di keranjang bayi dan mengira aku sudah mati. Aku barusan tahu kalau salah satu saudaraku meninggal akibat siksaan ayaku. Tindakan kriminal itu ditutupi.
Bahkan ketika aku masih bayi, kapanpun aku kotor itu berarti dipukul atau dilecehkan secara seksual, dan kadang diolesi kotoranku sendiri atau bahkan dimasukkan mulutku.
Bahkan perihal latihan pakai toilet, aku tidak punya kontrol atas apapun di masa kecilku. Satu-satunya cara aku melawan penyiksaku adalah dengan tidak pakai toilet. Tentunya itu membantu rencana dendamku kalau mereka sudah membuatku takut mati dengan toilet.
Satu faktor yang membuat rumit yang aku tekan dari pikiran sadarku sampai barusan adalah aku belajar saat kecil kalau meskipun ranjang kotor akan membuatku dipukuli, itu satu-satunya cara yang aku tahu bisa membuat penyiksaku tidak mendekati ranjangku.
Sebagai orang dewasa, saya terganggu dengan mimpi buruk berisi ulat dan ular di dalamku. Itu tidak masuk akal sampai akhirnya aku mengerti waktu aku umur 18 bulan – terlalu muda untuk tahu bedanya ulat dan ular – ayahku taruh ulat di popokku untuk mengajariku agar tidak pakai popok lagi. Hasilnya malah sebaliknya. Setiap kali aku ditaruh di toilet aku kira ular-ular akan menggigitku dari dalam toilet dan masuk ke badanku. Ibuku juga bilang padaku ada ular didalam popokku, supaya aku mau popoknya diganti.
Tidak seperti gambaran penuh, banyak ingatanku seperti bayangan. Aku tahu mereka taruh kemaluanku di ujung toilet dan membanting tutupnya berkali-kali. Mereka akan dorong kepalaku kedalam toilet yang dipenuhi kotoran. Aku yakin mereka mau membuatku kehabisan napas. Inilah latar belakang tulisanku beberapa saat lalu:
Dari kedalaman batinku, sosok bayangan menghantuiku. Mereka tiba entah dari mana, namun pengrusakan yang mengancam dan berbahaya itu dalam. Mereka siksa dan amuki jiwaku. Meski bayangannya samar-samar, tubuhku ingat rasa sakitnya. Bayangan itu, gelap seperti malam yang paling dalam, mengangkat tutup toilet itu lalu banting keras-keras, sangat senang atas rasa sakitku. Aku dengar dia tertawa terkekeh-kekeh dengan jahatnya. Sesuatu yang dirasuki, hasratnya cuma untuk menakutkanku dan mengirisku dalam-dalam. Itu berasa lebih nyata dari apapun yang fisikal. Aku cuma bisa menangis; mencoba membebaskan diri. Jari-jari yang dingin es, tentakel baja, mencengkram dan melilit hatiku, menyedot tiap tetes darah kehidupanku. Sepertinya rasa sakitnya tidak akan berakhir sampai aku di makam; sampai aku terbaring beku di bawah; ditutupi tanah. Sekarang aku tahu bahwa di sini, di atas makam, dinginnya terus merajalela, menggenggam setiap pohon, mengupas bahkan daun-daunnya dengan dingin, tungkai yang tadus, sampai semuanya mati.
Hatiku sudah dirobek-robek dan hidupku seperti potongan kertas-kertas tertiup angin. Namus, meski kelihatannya mustahil, Tuhan mengumpulkan kembali setiap potongan.
Siksaan yang aku derita sebenarnya jauh lebih parah dari yang aku sudah sebutkan, tapi aku tidak akan jelaskan. Apa yang aku sudah bagi ke kamu cukup untuk memberi petunjuk kenapa aku tidak bisa ke toilet sampai berhari-hari, karena takut teringat lagi, dan cukup dari horor siksaanku yang berulang-ulang yang dulu terjadi di sana. Ingatan-ingatan muncul lagi barusan ini – kejadian yang mempengaruhiku begitu dalamnya, bahkan ketika aku tidak tahu tentang itu. Sering kenangan ini muncul dengan pembalaasn, sampai badanku teringat sakitnya, dan takutnya dan malunya.
Meski sudah di umur empat puluhan, aku terpaksa pakai popok. Ketika aku mencoba pakai toilet tidak terjadi apa-apa. Lalu waktu aku tidak mampu menahan lagi keluar di popok.
Sebagian diriku percaya bahwa perasaan normal untuk perlu mengeluarkan itu membuatku buruk dan kotor. Aku pelan-pelan menerima kalau keperluan jasmani ini normal, bahkan sebuah anugerah dari Tuhan untuk membersihkan system tubuh.
Waktu aku melihat hidupku, sepertinya semua yang aku lakukan di masa dewasa adalah untuk membuktikan aku maskulin. Karena pernah di perkosa perasaan perlu ini semakin kuat. Namun, kekurangan masa kecilku membuatku mendambakan kasih lembut seorang ibu. Tuhan sering bicara tentang ini padaku tapi aku menghindar malu, takut kalau keperluan akan kasih ibu bentrok dengan maskulinitasku. Lebih lagi, aku ragu kasih Allah bisa cukup lembut dan hangat untuk memenuhi keperluanku. Justru sesungguhnya, pertarungan terberatku itu melawan rasa takut kalau Tuhan mungkin mirip seperti orangtuaku di dunia dan menghukumku entah bagaimana karena masalah-masalahku. Tetapi lagi dan lagi Tuhan yakinkan aku, akan kasih lembutnya terhadapku sebagai anakNya.
Contohnya, beberapa kali aku merasakan tanganNya di bahuku dan Dia bilang Dia bangga sama aku. “Bangga?” aku bilang. “Lihat aku. Duduk di popok, takut toilet, merasa, dan, waktu ingatannya begitu kuat – sebenernya berpikir, kalau aku ini anak kecil.”
Jawaban jelasnya membuatku terpaku. “Aku bangga sama kamu, Alan.”
Sekali, aku teringat bayangan mengerikan waktu badanku diolesi kotoran. Aku terus tanya Dia, “Dimana Engkau waktu semua ini terjadi?” Lalu, dalam ingatan itu aku lihat Dia berlutut di sebelahku, menangis. Lalu, Dia bilang aku punya kebenaran Kristus dan aku bersih. Aku tetap berdebat denganNya. “Iya, aku memakai jubah putih kebenaran Kristus” aku jawab, “tapi kotoran yang diolesi di tubuhku merembesi jubahnya dari dalam.”
Tak lama kemudia, aku teringat bayangan waktu kotoran teroles ke seluruh badanku. Waktu itu selesai aku mendapat penglihatan Tuhan, sang Papa yang besar, baik, dan sempurna, membersihkan semua kotorannya dari badanku dengan tanganNya sendiri. Aku terpaku karena dalam sentuhanNya tidak ada rasa takut, sakit seksual atau rangsangan bahkan ketika Dia bersihkan bagian bawahku. Dia lebih lembut dari ibu yang paling lembut. Aku lalu tidak bisa berdebat aku pakai jubah kebenaran Yesus dengan tubuh kotor. Jadi debatanku berubah begini: “Oke Papa aku bersih di luar dan aku bisa pakai kebenaran Yesus tapi di dalam aku ini kotor.”
Langsung setelah itu mendapat penglihatan lain – Papa dengan tanganNya sendiri membalut semua bagian tubuhku dengan kain linen yang bersih, murni yang sudah dicelupkan di darah Kristus. Aku merasakan kesucian meresap dalam setiap sel diriku, dan Dia yakinkan bahkan bagian paling kecil dari setiap sel sudah benar-benar dibersihkan. Lalu Papa membungkusku di selimut bayi yang besar, seperti layaknya bayi dibungkus ketat agar mereka berasa aman dan menjaga agar hangat. Dia peluk aku di dadaNya, tersenyum kepadaku dan membuatku diam dengan sayangNya. Kelihatan sepertinya Dia benar-benar menghitung semua rambutku dan memelajari wajahku dan bersenandung.
Sebagai seorang anak, aku belajar untuk menerima pukulan waktu aku di toilet, untuk memaksaku ke sana, dan pukulan kalau aku mengotori diri sendiri. Aku sekarang barusan memahami Tuhan begitu beda dari keluarga manusiaku sampai Dia sayang aku meski aku perlu popok, dan dia tidak akan menghukum atau memukulku kalau aku tidak mampu pakai toilet. Aku belajar bahwa Ayah yang sebenarnya dan yang sempurna menyayangi aku, mau aku sudah mengotori diriku atau tidak, karena di dalam aku sudah dibersihkan; bahkan sampai ke perubahan gen-genku. Semu ini datang dari darah Kristus kita.
Sepertinya beberapa aspek di hidupku berhenti bertumbuh semenjak aku dilatih untuk pakai toilet. Sepertinya untuk perlindungandiri aku menutup diriku dan menaruh tembok di sekitar aspek kemanusiaanku sejak umur dini dan semenjak itu aku tidak pernah benar-benar bertumbuh. Sepertinya aku masih dilatih pakai toilet. Ini sangat sulit untuk dilewati sebagai seorang dewasa dengan ingatan-ingatan mengerikan.
Aku pernah beli celana khusus kalau-kalau aku mengompol. Meski begitu, celananya merembes suatu malam dan aku di ranjang, panik. Tuhan dengan lembut bilang, “Gapapa. Sini sama Aku dan bersihkan.” Kelembutannya menggoncangkanku.
Semasa kenangan-kenangan lama muncul, realita dan ingatan bercampur. Berasa seperti terjadi lagi dan lagi. Barusan, begitu perasaannya begitu kuat ulat dan ular akan mencapaiku (berdasarkan takut masa kecil), aku lihat Kristus di salib. Hampir begitu aku sampai ke Dia, mahkota duri Yesus ada di kepalaku (aku pantas dihukum). Lalu aku dibawa ke salib. Di sisi lain ada sinar yang membutakan dan membakar ular-ularnya. Lalu Yesus datang, selembut ibu terbaik, dan bilang Dia akan membantuku. “Ayo, kita bersihkan dirimu,” katanya.
Aku bersyukur Grantley membiarkanku e-mail dia tentang traumaku dan tidak menunjukkan tanda-tanda menyalahkan, tapi malah mengesahkan kemanusiaanku, bahkan dalam apa yang membuatku sangat stress – keperluanku akan popok. Sekarang aku sudah membuka diri, aku melihat tembok kerahasiaan runtuh. Tidak lagi bagian diriku ini sembunyi tanpa ketahuan. Dan aku benar-benar tidak mau tembok itu lagi.
Aku membaik, meski aku hampir tidak sadar aku perlu buang air sampai terlalu terlambat.
Aku tanya Tuhan kapan aku bebas dari popok dan Dia hanya menjawab, “Ketika kamu siap.” Ketika aku siap? Aku perlu hidup sekarang! Aku ingin kesembuhan cepat tapi sepertinya Papa ingin membangun kesabaran, dan karakter, dan kesembuhan yang mendalam. Pastinya, melalui percobaan ini aku menemukan kedalaman kasih sayang personal Tuhan yang mungkin tidak ada pengalaman lain bisa menunjukkannya. Untuk bisa kenal Tuhan dengan intim adalah sesuatu yang tak ternilai.
Janjinya padaku adalah, “Jangan takut; kamu tidak akan malu. Jangan takut aib; kamu tidak akan dihina. Kamu akan lupakan malu di masa remajamu . . .” (Yesaya 54:4).
Aku minta Alan untuk cek naskah artikel ini. Dan inilah responnya.
Waktu aku membaca aku tidak bisa mengedit terlalu bagus karena aku tidak bisa berhenti menangis karena kesedihan dan nestapa. Yang paling aneh, malah, aku juga menangis sukacita. Sukacita aku begitu disayangi. Sukacita aku tidak perlu jalan dalam malu. Sukacita Papa menyembuhkanku. Sukacita kemampuan menyayangi dipulihkan padaku. Sukacita aku akhirnya dilatih untuk pakai toilet dan bertumbuh. Sukacita ada harapan dan tidak ada malu.
Aku tak pernah mengira nestapa begitu kuat bisa bercampur dengan sukacita.
Aku bebas, meskipun aku kadang kecelakaan. Aku bebas meskipun aku pakai popok. Aku bebas, karena aku milik Kristus
Seperti Karen, penyiksaan ekstrim Alan sejak umur dini membuat pikirannya untuk, sepertinya, mengkarantina kerusakan batin dengan memisah jadi banyak “kepribadian” atau alter, dalam e-mail ke wanita yang penderitaannya mirip, Alan barusan menulis:
Wow! Sungguh berani kamu menulis ke Grantley tentang alter mudamu dan keperluanmu pakai popok. Aku merasa terhomat kamu merelakan Grantley meneruskan e-mailmu ke aku. Hatiku begitu tersentuh. Aku tahu frustasi takut toilet. Aku bisa merasakan kamu dan akan menyemangatimu dalam Tuhan setiap hari.
Aku punya alter muda. Satu seorang bayi. Dalam tahun pertama Tuhan memimpinku dalam perjalanan menuju penyembuhan dan menemukan alterku, aku pernah harus selalu pakai popok. Sekarang, kecuali ketika alter muda sangat ketakutan, mereka bisa pakai toilet tanpa popok.
Untuk waktu yang lama aku menghambat penyembuhan mereka karena ketakutan tentang popoknya. Waktu Allah Bapa kadang-kadang suruh aku untuk suruh mereka pakai popok, penyembuhannya menjadi semakin cepat karena mereka lebih relaks, dan tidak seberapa takut. Ini membuat mereka terbuka dan menerima kasih sayang Allah. Memakai popok membuat mereka berasa aman, karena latihan toiletlah yang mengakibatkan trauma. Mereka perlu tumbuh dalam kasih sayang yang aman.
Ada saat-saat mereka perlu popok, terutama dua dari mereka, tapi mereka sudah melewati begitu banyak. Aku sudah belajar untuk bersyukur pada Allah Bapa untuk saat-saat kami perlu mereka.
Bagaimana Kamu Bisa Dibantu
Kalau kamu menderita takut toilet, kamu telah belajar bahwa:
* Kamu tidak sendiri dalam kesulitan ini.
* Seperti tertulis dalam Doa Bapa Kami dan ditekankan oleh Yesus, maafkan orang lain sepenuhnya seperti Kristus memaafkanmu. Hanya setelah itu kamu bisa berharap meninggalkan luka lama.
* Kalau kamu menderita trauma masa kanak-kanak yang berhubungan dengan toilet, kemungkinan masalahmu tidak medis. Aku bukan dokter dan aku kira bahkan dokter ragu untuk bilang apapun tanpa pemeriksaan, jadi aku tidak bisa bilang apapun yang sah. Tapi kalau kamu bisa menenangkan diri dengan berdiskusi dengan dokter, itu ideal. Tapi, kalau itu terlalu traumatis bagimu, ini mungkin bukan kebetulan kamu punya trauma lama dan masalah fisik, sama-sama berhubungan dengan buang air.
* Kamu tidak aneh. Itu hasil penderitaan lama diakibatkan ke kamu oleh orang lain.
* Tuhan sangat peduli akan penderitaanmu. Dia ingin kamu melibatkan Dia bahkan dalam detil yang paling pribadi dan Dia akan membantumu.
* Kalau masalah ini membuatmu merasa bersalah, itu perasaan palsu. Masalah ini hasil luka batin bukan persoalan moral, dan bagaimanapun juga, Tuhan, melalui Yesus, ingin membersihkanmu dari kesalahan lampau.
* Lewat persatuanmu dengan Kristus, tak suatu apapun – bukan masalah buang air, atau berada dalam toilet, atau apapun juga – bisa memisahkanmu dari kasih dan hadirat Allah.
* Mengungkap rahasia dengan orang yang penuh kasih dan pengertian bisa membantu melepaskan malu palsu yang kamu rasakan – yang menambah stressmu dan begitu menguatkan masalahnya.
* Jangan terlalu kasar dengan dirimu. Jangan paksa dirimu!
* Akan membantu untuk mengalihkan perhatianmu dengan melalukan sesuatu di toilet, seperti membaca, yang akan membuatmu relaks. Berasa tegang adalah musuh terbesarmu.
* Seperti Tuhan bilang ke Karen, katakan pada dirimu sendiri. Kalau kamu bisa ubah ini jadi sebuah doa, lebih bagus lagi. Bilang sesuatu seperti, “Terima kasih, Tuhan, karena Engkau mengerti. Terima kasih karen Kristus Kamu mengesahkanku. Kamu bersihkan aku dari semua ketidaksucian dan Kamu denganku sekarang. Aku puji diriMu atas ciptaanMu berupa tubuhku dan membentukku dengan sistem penting untuk melepaskan yang kotor. Dalam nama Yesus aku menolak untuk merasa malu. Terima kasih aku sekarang amat dan dapat beristirahat dalamMu.
* Pertimbangkan kemungkinan, seperti Karen and Alan, kamu mungkin punya kepribadian banyak. Ini reaksi normal atas trauma masa kecil dan bisa jadi kunci penting untuk kesembuhan total.
Untuk Bantuan Selanjutnya
Untuk wawasan tentang kepribadian banyak, lihat Bantuan Mengejutkan untuk Orang yang kena Trauma saat Kecil [In English only.]
Untuk bantuan atas pelecehan seksual, lihat Hiburan, Pengertian dan Penyembuhan untuk Korban Pelecehan [In English only.]
Memaafkan mereka yang melukai kita dengan serrius adalah perjalanan yang menantang namun bermanfaat menuju kebebasan dan Kristus. Untuk bantuan, lihat Dendam! [In English only.]
Grantley Morris: healing@net-burst.net [In English only]
© Hak Cipta 2007, 2012 Grantley Morris. Boleh dikopi dan dibagi dengan syarat: tidak dirubah; seluruh paragraph ini termasuk; pembaca tidak dikenakan biaya atau dimasukkan dalam webpage. Masih banyak lagi tulisan penuh kasih, menginspirasi, dan kadang lucu tersedia bebas di www.net-burst.net Dengan bebas kamu memberi, dengan bebas kamu menerima. Untuk kegunaan diluar itu, konsultasi dengan penulis.